Jumlah Pengunjung

Rabu, 19 Desember 2012

Akuntansi untuk Pemain Sepakbola


 Pembahasan mengenai akuntansi sebuah klub sepakbola tidak terlepas dari pembahasan mengenai akuntansi untuk pemain sepakbola. Devi (2004) menjelaskan bahwa agar sebuah klub sepakbola bisa bertahan atau memperoleh laba sebesar- besarnya,  maka  klub  harus  meningkatkan  nama  klub  sehingga  akan  menarik sponsor, meningkatkan nilai hak siar televisi, menambah penerimaan dari uang hadiah serta menambah pendukung fanatik. Salah satu cara meningkatkan nama klub adalah dengan pencapaian prestasi. Prestasi bisa diraih di antaranya melalui pembentukan tim yang baik. Tim yang baik umumnya dibentuk dengan pemain yang berkualitas, karena semakin berkualitas pemain yang dimiliki, serta semakin solid sebuah tim  maka  peluang untuk menjadi  juara akan semakin besar pula. Pemain  yang berkualitas dapat diperoleh dengan berbagai cara,  yaitu membeli, meminjam atau mengembangkan pemain-pemain muda lewat sekolah sepakbola yang  dimiliki  klub.  Pembelian  pemain  biasanya  dilakukan  lewat  mekanisme transfer.
Setiap  pemain  pada  sebuah  klub,  baik  yang  diperoleh  dengan  cara pembelian,  peminjaman  maupun  berasal  dari  pembinaan  pemain  muda,  terikat dengan sebuah kontrak yang mengikat secara hukum dalam jangka waktu tertentu dan dapat  diperpanjang jika  telah  habis jangka  waktunya. Pemain  yang terikat kontrak berkewajiban untuk memberikan jasanya kepada klub dengan berkontribusi dalam pertandingan. Pemain tersebut tidak dapat berhenti bermain atau berpindah klub tanpa seijin klub pemilik.

Berdasarkan  paparan  di  atas,  Devi  (2004)  berpendapat  bahwa  pemain sepakbola adalah aset yang sangat berharga bagi sebuah klub sepakbola sehingga semestinya pemain tersebut terdapat di neraca sebuah klub sepakbola. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini terdapat perdebatan mengenai apakah human capital seperti pemain sepakbola dapat menjadi aset perusahaan. Menurut Devi (2004) dalam industri seperti sepakbola human capital dapat memberikan nilai tambah bagi klub. Bahkan nilai kontrak dari pemain sepakbola bisa mencapai setengah  dari  nilai  asetnya  sehingga jika  tidak  dilaporkan sebagai  aset  dalam neraca, maka hal tersebut tidak menggambarkan nilai klub atau perusahaan yang sebenarnya. Senada dengan hal tersebut, SFAC No. 1 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan harus memberikan informasi yang relevan bagi pengguna dalam pengambilan  keputusan  ekonomi.  Informasi  dikatakan  relevan  jika  memiliki kapasitas untuk mengkonfirmasi atau mengubah ekspektasi pembuat keputusan. Dengan                  demikian,         nilai         relevansi     dari      sebuah laporan                keuangan    adalah kemampuan untuk mengkonfirmasi atau mengubah ekspektasi investor atas nilai. Sehubungan dengan hal tersebut Krohn dan Knivsfla (2000) menyatakan bahwa sumber  daya  tidak  berwujud  harus  dicatat  untuk  memaksimalkan  relevansi informasi laporan keuangan kepada pengguna, terutama saat ini dan calon investor.

Namun  masalah  paling  besar  terhadap  sebagian  besar  aset  yang  tidak berwujud adalah bahwa mereka sulit untuk diidentifikasi serta manfaat masa depan yang diharapkan sering jauh lebih tidak pasti daripada aset berwujud. Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudence) dan berbagai kriteria pengakuan aset, organisasi penetapan standar dan regulator lainnya telah enggan untuk mengakui beberapa sumber daya tidak berwujud sebagai aset. Meski begitu, belakangan ini organisasi penetapan standar, seperti IASB dalam IAS 38, lebih bersedia untuk mengubah fokus mereka dari kehati-hatian menuju pengakuan (recognition).